Terungkap Praktik Standar Ganda Negara-Negara Maju dalam Reaksi Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Berbagai Negara
Praktik Standar Ganda Negara-Negara Maju dalam Reaksi Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Berbagai Negara
Standar ganda ini terlihat ketika negara-negara maju menunjukkan perbedaan sikap atau tindakan terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai negara berdasarkan hubungan politik dan ekonominya dengan negara tersebut. Berikut adalah beberapa contoh yang menggambarkan praktik standar ganda dalam kebijakan luar negeri negara-negara maju.
China
China sering menjadi sorotan internasional karena
pelanggaran HAM, terutama terkait dengan perlakuan terhadap etnis Uighur di
Xinjiang dan represi terhadap protes pro-demokrasi di Hong Kong. Negara-negara
Barat, termasuk Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, kerap mengkritik
China secara terbuka dan memberlakukan sanksi terhadap pejabat dan entitas
China yang dianggap bertanggung jawab. Namun, reaksi ini sering dipengaruhi
oleh kepentingan ekonomi. Misalnya, beberapa negara Eropa yang memiliki hubungan
dagang besar dengan China cenderung lebih berhati-hati dalam mengkritik Beijing
secara terbuka.
Sementara itu, pelanggaran HAM di Arab Saudi, termasuk
pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi dan represi terhadap aktivis hak-hak
perempuan, sering mendapatkan reaksi yang lebih lemah dari negara-negara maju.
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa memiliki hubungan strategis dan ekonomi
yang kuat dengan Arab Saudi, terutama dalam hal minyak dan keamanan regional.
Akibatnya, meskipun ada kecaman, langkah-langkah konkret seperti sanksi ekonomi
atau diplomatik jarang diterapkan sekeras seperti yang dilakukan terhadap
China.
Israel dan Palestina
Israel sering dikritik atas kebijakannya terhadap Palestina,
termasuk pembangunan permukiman di Tepi Barat dan operasi militer di Gaza.
Namun, reaksi internasional terhadap Israel cenderung terpolarisasi.
Negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, sering memberikan dukungan kuat
kepada Israel, sementara mengabaikan atau meremehkan pelanggaran HAM yang
dilaporkan oleh organisasi internasional. Bantuan militer dan dukungan politik
dari negara-negara maju kepada Israel seringkali berlanjut meskipun ada kritik
internasional.
Sebaliknya, Iran sering menjadi sasaran sanksi keras dan
tekanan diplomatik oleh negara-negara Barat karena pelanggaran HAM, termasuk
penindasan terhadap demonstrasi dan pembatasan kebebasan berekspresi.
Kepentingan geopolitik dan ancaman yang dirasakan terhadap sekutu Barat di
Timur Tengah, seperti Israel dan Arab Saudi, membuat negara-negara maju lebih
cepat bertindak tegas terhadap Iran.
Myanmar
Krisis Rohingya di Myanmar, di mana minoritas Muslim
Rohingya mengalami penindasan dan pengusiran massal, mendapatkan perhatian
internasional yang besar. Namun, reaksi dari negara-negara maju bervariasi.
Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah memberlakukan sanksi terhadap
militer Myanmar, tetapi beberapa negara tetangga dan mitra dagang utama,
seperti India dan China, menunjukkan sikap yang lebih lunak karena kepentingan
strategis di kawasan.
Pelanggaran HAM di Venezuela, termasuk penindasan terhadap
oposisi politik dan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan, telah memicu sanksi
ekonomi dan diplomatik dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Namun,
sanksi ini seringkali juga dipengaruhi oleh kepentingan politik, mengingat
sikap anti-Barat dari pemerintah Venezuela. Reaksi keras terhadap Venezuela
kontras dengan pendekatan lebih lunak terhadap negara-negara dengan pelanggaran
HAM yang serupa tetapi memiliki hubungan ekonomi atau politik yang lebih
menguntungkan.
Praktik standar ganda dalam reaksi negara-negara maju
terhadap pelanggaran HAM menunjukkan bagaimana kepentingan politik dan ekonomi
seringkali mendikte kebijakan luar negeri. Meski negara-negara maju menyuarakan
komitmen terhadap nilai-nilai HAM, tindakan mereka sering kali mencerminkan
prioritas strategis daripada prinsip moral yang konsisten. Ini menggarisbawahi
kompleksitas hubungan internasional di mana idealisme dan realpolitik saling
berbenturan, menciptakan dinamika yang tidak selalu adil bagi korban
pelanggaran HAM di seluruh dunia.
Comments