PDI-P Digoyang VS PDI Perjuangan Disayang: Sejarah Politik Indonesia Dari Orde Baru Hingga Pasca Reformasi 1998
Sejarah Berdirinya PDI-P dan Tantangan Dari Era Orde Baru
Hingga Pasca Reformasi 1998
Ada banyak ulasan dan berita di media online maupun televisi nasional bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P sedang digoyang pihak-pihak tertentu. Jika menengok sejarah politik Indonesia, khususnya dari era orde baru - pemerintahan Presiden Suharto - PDI-P sejak sebelum dan sesudah didirikan oleh Megawati Sukarno Putri, partai yang terkenal sebagai partai wong cilik ini sudah biasa digoyang, namun disayang oleh para simpatisan dan anggotanya yang tersebar luas dari kota besar sampai kecamatan, desa dan dusun terpencil.
Adalah menarik untuk mengetahui bagaimana sejarah PDI Perjuangan dengan segala dinamikanya dari era pemerintahan Presiden Suharto, jaman reformasi, sampai saat ini, bukan hanya di era pemerintahan Presiden Jokowi, melainkan bagaimana prospek PDI-P pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini.
PDI-P lahir pada tahun 1998, merupakan hasil merger dari
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan beberapa partai lainnya. PDI sendiri
didirikan pada tahun 1973 sebagai hasil penggabungan beberapa partai politik
yang berhaluan nasionalis. Pada masa Orde Baru, PDI menjadi salah satu partai
politik yang diizinkan beroperasi, namun dengan ruang gerak yang sangat
terbatas ¹.
Masalah yang Dihadapi PDI-P pada Era Orde Baru
Pada era Orde Baru, PDI-P menghadapi banyak masalah, antara
lain:
Pembatasan Ruang Gerak: PDI-P tidak diizinkan untuk
beroperasi secara maksimal, terutama di tingkat grass root (desa).
Represi Politik: Pemerintah Orde Baru melakukan represi
politik terhadap anggota dan simpatisan PDI-P.
Keterbatasan Kebebasan: PDI-P tidak memiliki kebebasan untuk
melakukan kampanye dan aktivitas politik.
Peran Megawati Sukarno Putri
Megawati Sukarno Putri, putri dari Presiden Sukarno, menjadi
ketua umum PDI-P pada tahun 1993. Ia memainkan peran penting dalam
memperjuangkan hak-hak rakyat dan melawan represi politik pada era Orde Baru.
Pada tahun 1998, Megawati menjadi salah satu tokoh penting dalam gerakan
reformasi yang mengakhiri kekuasaan Presiden Suharto.
Era Reformasi dan Pemerintahan Presiden Joko Widodo
Setelah jatuhnya Presiden Suharto, PDI-P menjadi salah satu
partai politik yang dominan di Indonesia. Pada tahun 1999, PDI-P memenangkan
pemilihan umum dan Megawati menjadi Wakil Presiden. Pada tahun 2001, Megawati
menjadi Presiden ke-5 Indonesia, menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, PDI-P menjadi
salah satu partai politik yang mendukung pemerintahan. Namun, PDI-P juga
melakukan peran sebagai oposisi yang konstruktif, memperjuangkan hak-hak rakyat
dan memantau kebijakan pemerintah.
Setelah Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden, Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Gerindra berusaha mengajak PDI Perjuangan untuk bergabung di Koalisi Indonesia Maju Plus atau KIM Plus, namun Megawati Sukarno Putri menolak gagasan ini, dan menyatakan mendukung pemerintahan Kabinet Merah Putih dengan tetap menjalankan peran politik di parlemen atau DPR RI dengan kritik konstruktif.
Langkah Megawati ini dipuji para pengamat politik karena berada di luar pemerintahan Prabowo Gibran. Sikap berbeda diambil oleh PKB dan PKS, yang pada Pilpres 2024 berkompetisi melawan pasangan Prabowo - Gibran. Mereka memilih menjadi bagian dari Kabinet Merah Putih seperti Golkar, PAN, dan partai lain yang memang mendukung Prabowo pada Pemilu Presiden 2024. Meskipun berada di luar pemerintahan, PDI-P akan mendukung kebijakan Kabinet Merah Putih yang pro rakyat.
Siapa dan bagaimana cara menggoyang PDI-P, akan menjadi perhatian pengamat politik maupun mereka yang mendukung praktek demokrasi yang sehat, bukan menggoyang apalagi berniat untuk menghancurkan atau istilah lain yang sering muncul di media sosial, yaitu menenggelamkan PDI Perjuangan.
Sampai kapan Indonesia mendapat contoh bijaksana dari para elite politik dan tokoh-tokoh lainnya yang selama ini mengaku menjunjung demokrasi, bahwa proses demokrasi sepatutnya dijalankan dengan elegan, bersaing secara jantan, bukan menggoyang apalagi berniat membubarkan atau menenggelamkan salah satu pilar demokrasi, yaitu partai politik, dalam hal ini adalah PDI Perjuangan.
Mengakui dan mengakomodasi adanya oposisi dan kritik dari partai politik maupun warga negara itu sendiri adalah bagian penting dari proses demokrasi, bukan saling menjegal dan menghancurkan hanya karena bersikap dan bertindak berbeda.
Comments